Minggu, 21 Agustus 2011

psikologi

KAJIAN PSIKOLOGI

Psikologi adalah ilmu yang luas dan ambisius, dilengkapi oleh biologi dan ilmu saraf pada perbatasannya dengan ilmu alam dan dilengkapi oleh sosiologi dan anthropologi pada perbatasannya dengan ilmu sosial. Beberapa kajian ilmu psikologi diantaranya adalah:
Psikologi perkembangan

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari perkembangan manusia dan faktor-faktor yang membentuk prilaku seseorang sejak lahir sampai lanjut usia. Psikologi perkembangan berkaitan erat dengan psikologi sosial, karena sebagian besar perkembangan terjadi dalam konteks adanya interaksi sosial. Dan juga berkaitan erat dengan psikologi kepribadian, karena perkembangan individu dapat membentuk kepribadian khas dari individu tersebut.
Psikologi sosial

bidang ini mempunyai 3 ruang lingkup, yaitu :

1. studi tentang pengaruh sosial terhadap proses individu, misalnya : studi tentang persepsi, motivasi proses belajar, atribusi (sifat)
2. studi tentang proses-proses individual bersama, seperti bahasa, sikap sosial, perilaku meniru dan lain-lain
3. studi tentang interaksi kelompok, misalnya : kepemimpinan, komunikasi hubungan kekuasaan, kerjasama dalam kelompok, persaingan, konflik

Psikologi kepribadian

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari tingkah laku manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, psikologi kepribadian berkaitan erat dengan psikologi perkembangan dan psikologi sosial, karena kepribadian adalah hasil dari perkembangan individu sejak masih kecil dan bagaimana cara individu itu sendiri dalam berinteraksi sosial dengan lingkungannya.
Psikologi kognitif

Adalah bidang studi psikologi yang mempelajari kemampuan kognisi, seperti: Persepsi, proses belajar, kemampuan memori, atensi, kemampuan bahasa dan emosi.
WILAYAH TERAPAN PSIKOLOGI

Wilayah terapan psikologi adalah wilayah-wilayah dimana kajian psikologi dapat diterapkan. walaupun demikian, belum terbiasanya orang-orang Indonesia dengan spesialisasi membuat wilayah terapan ini rancu, misalnya, seorang ahli psikologi pendidikan mungkin saja bekerja pada HRD sebuah perusahaan, atau sebaliknya.
Psikologi pendidikan

Psikologi pendidikan adalah perkembangan dari psikologi perkembangan dan psikologi sosial, sehingga hampir sebagian besar teori-teori dalam psikologi perkembangan dan psikologi sosial digunakan di psikologi pendidikan. Psikologi pendidikan mempelajari bagaimana manusia belajar dalam setting pendidikan, keefektifan sebuah pengajaran, cara mengajar, dan pengelolaan organisasi sekolah.
Psikologi sekolah

Psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi.
Psikologi industri dan organisasi

Psikologi industri memfokuskan pada menggembangan, mengevaluasi dan memprediksi kinerja suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh individu, sedangkan psikologi organisasi mempelajari bagaimana suatu organisasi memengaruhi dan berinteraksi dengan anggota-anggotanya.
Psikologi kerekayasaan

Penerapan psikologi yang berkaitan dengan interaksi antara manusia dan mesin untuk meminimalisasikan kesalahan manusia ketika berhubungan dengan mesin (human error).
Psikologi klinis

Adalah bidang studi psikologi dan juga penerapan psikologi dalam memahami, mencegah dan memulihkan keadaan psikologis individu ke ambang normal.
Parapsikologi

Banyak parapsikolog berkeras bahwa parapsikologi adalah cabang dari psikologi, walaupun arus utama dalam psikologi masih mengingkarinya. Parapsikologi mencakup studi tentang extra sensory perception, psikokinesis, dan sebagainya. Bagi para pendukungnya, parapsikologi dilihat sebagai bagian dari psikologi transpersonal. Penelitian parapsikologi pada umumnya dilakukan di laboratorium sehingga parapsikolog menganggap penelitian tersebut ilmiah.
SALAH KAPRAH TENTANG PSIKOLOGI

Psikologi Bukan Ilmu Pengetahuan

Psikologi telah memiliki syarat untuk dapat berdiri sendiri sebagai ilmu pengetahuan terlepas dari Filsafat. (Syarat Ilmu Pengetahuan: Memiliki objek (Tingkah laku), memiliki metode penelitian (sejak laboratorium Wundt didirikan psikologi telah membuktikan memiliki metode ilmiah), sistematis,dan bersifat universal.

Salah penggolongan

Berbagai hal yang berbau kepribadian sering dimasukan kedalam psikologi, semisal: ramalan-ramalan seputar kepribadian (palmistry, chirology, dll.) sehingga terbentuk pandangan tentang psikologi bukanlah ilmu pengetahuan.

Terjebak dengan kata Psikotes

Psikologi bukan hanya psikotes, tetapi inilah bagian dari psikologi yang paling populer di masyarakat. Banyak kalangan yang sinis dengan psikologi karena psikotes, bagaimana psikolog dapat memvonis potensi seseorang dengan hanya serangkaian tes. Sesungguhnya masih banyak metode lain yang dapat digunakan, akan tetapi seringkali metode ini dipilih untuk alasan efisiensi.

Psikologi melakukan dehumanisasi

Kebalikannya, psikologi memandang setiap individu adalah unik, bahkan psikotes dilakukan untuk lebih memahami keunikan dari setiap individu. Justru, kalangan yang menyamaratakan setiap individu secara tidak langsung memvonis manusia adalah robot (dehumanisasi) yang tidak memiliki keunikan satu sama lainnya.

PSIKOLOGI OLAHRAGA

Psikologi olahraga pertama kali dikenalkan oleh Norman Triplett pada tahun 1898. Norman Triplett menemukan bahwa waktu tempuh pembalap sepeda menjadi lebih cepat jika mereka membalap di dalam sebuah tim atau berpasangan dibanding jika membalap sendiri.

Baru tahun 1925 laboratorium psikologi olahraga pertama di Kawasan Amerika Utara berdiri. Pendirinya adalah Coleman Griffith dari Universitas Illinois. Griffith tertarik pada pengaruh faktor-faktor penampilan atletis seperti waktu reaksi, kesadaran mental, ketegangan dan relaksasi otot serta kepribadian. Dia lalu menerbitkan dua buah buku, The Psychology of Coaching (1926)- buku pertama di dunia Psikologi Olahraga-dan The Psychology of Athletes (1928).

Pada tahun yang sama, di Eropa sebenarnya juga berdiri sebuah laboratorium Psikologi Olahraga yang didirikan oleh A.Z Puni di Institute of Physical Culture in Leningrad. Namun Laboratorium Psikologi Olahraga pertama di dunia sebenarnya didirikan tahun 1920 oleh Carl Diem di Deutsce Sporthochschule di Berlin, Jerman.

Setelah periode tersebut psikologi olahraga mengalami kemandekan. Baru pada tahun 1960-an psikologi olahraga kembali mulai berkembang. Perkembangan ini ditandai dengan banyaknya lembaga-lembaga pendidikan membuka konsentrasi pengajaran pada Psikologi Olahraga. Puncaknya adalah pembentukan International Society of Sport Psychology (ISSP) oleh para ilmuan dari penjuru Eropa. Kongres internasional pertama diadakan pada tahun yang sama di Roma, Italia.

Pada tahun 1966, sekelompok psikolog olahraga berkumpul di Chicago untuk membicarakan pembentukan semacam ikatan psikologi olahraga. Mereka kemudian dikenal dengan nama North American Society of Sport Psychology and Physical Activity (NASPSPA).

Journal Sekolah pertama yang dipersembahkan untuk psikologi olahraga keluar tahun 1970 dengan nama The International Journal of Sport Psychology. Kemudian diikuti oleh Journal of Sport Psychology tahun 1979. Meningkatnya minat melakukan penelitian dalam bidang psikologi olahraga di luar laboratorium memicu pembentukan Advancement of Applied Sport Psychology (AAASP) pada tahun 1985 dan lebih berfokus secara langsung pada psikologi terapan baik dalam bidang kesehatan maupun dalam konteks olahraga.

Kini Psikologi Olahraga sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kongres International Society of Sport Psychology Conference Di Yunani tahun 2000 telah dihadiri lebih dari 700 peserta yang berasal dari 70 negara. American Psychological Association pun telah memasukkan psikologi olahraga dalam divisi mandiri yakni divisi 47.

Penerbitan dan jurnal pun sudah sangat banyak. Beberapa penerbitan dan jurnal tersebut adalah (a) International Journal of Sport Psychology (1970); (b) Journal of Sport Psychology (1979) yang kemudian berubah nama menjadi 1988 Journal of Sport and Exercise Psychology; NASPSPA pada tahun 1988. penerbitan lain adalah The Sport Psychologist (1987)—sekarang, Journal of Applied Sport Psychology (1989)— sekarang, serta The Psychology of Sport and Exercise.

* HAKEKAT PSIKOLOGI OLAHRAGA

Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang kompleks. Perilaku manusia ada yang disadari maupun yang tidak disadari, dan perilaku yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar ataupun dari dalam dirinya sendiri,

Ilmu psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang dikenal sebagai psokologi olahraga. Penerapan psikologi kedalam bidang olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa ada hambatan dan factor-faktor yang ada dalam kepribadiannya . Dengan kata lain, tujuan umum dari psikologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar dapat menempilkan prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.

* MENGAPA PSIKOLOGI OLAHRAGA DIPERLUKAN.

Meningkatnya stress dalam pertandingan dapat menyebabkan atlet bereaksi secara negative, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga sangat berpengaruh terhadap penampilannya, akan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlit tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya. Sehingga para pelatihpun sangat menaruh minat terhadap bidang ini, khususnya dalam penegendalian emosi. Disisi lain atlit dapat berfikir mengapa mereka berlatih dan apa yang ingin mereka capai, hal ini tentu memerlukan pendekatan psikologis.

Hal penting lainnya bahwa setiap atlit harus dipandang secara individual karena yang satu dengan lainnya akan sangat berbeda, dan untuk membantu mengenal profil atlit dapat dilakukan suatu upaya yang biasa dikenal dengan psikotest. Profil psikologis atlit biasanya berupa gambaran secara umum, potensi intelektual, dan fungsi daya fakir yang dihubungkan dengan olahraga. Profil atlit pada dasarnya tidak berubah banyak dari wakut kewaktu. Beberapa aspek psikologi dapat diperbaiki melalui latihan keterampilan yang terencana dan sistematis yang prosesnya sangat tergantung dari komitmen atlit terhadap program tersebut.

* ASPEK-ASPEK PSIKOLOGIS YANG BERPERAN DALAM OLAHRAGA.

Berfikir Positif.

Berfikir positif perlu dibiasakan bukan saja oleh atlit, tetapi pelatihpun sangat perlu, dengan pembiasaan ini maka akan berpengaruh sangat baik untuk menumbuhkan rasa percaya diri, meningkatkan motivasi dan menjalin kerjasama

Motivasi.

Motivasi dapat dilihat sebagai suatu proses dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu sebagai usaha untuk mencapai tujuan tertentu, ditinjau dari fungsinya motivasi dapat dibedakan antara motivasi yang berasal dari luar dan motivasi yang berasal dari dalam diri. Motivasi yang baik tidak mendasarkan doronganya pada factor ekstrinsik, tetapi motivasi yang sangat baik, kuat dan lebih lama menetap adalah factor intrinsic yang mendasarkan pada keinginan pribadi yang lebih mengutamakan pencapaian prestasi.

Emosi.

Bentuk-bentuk emosi dikenal sebagai perasaan seperti senang, sedih, marah cemas, rasa takut dan sebagainya, hal tersebut terdapat pada seiap orang, akan tetapi yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah bagamana kita mengendalikan emosi tersebut agar tidak merugikan penampilan baik saat berlatih maupun dalam bertanding, pelatih harus mengetahui dengan jelas bagaimana gejolak emosi dari pada para atlit yang dibinanya.

Gejolak emosi sangat berpengaruh pada keseimbangan psikofisiologis,apabila terganggu akan timbul ekspresi gemeter, sakit perut, kejang otot maupun hal-hal lain yang bias merubah penampilan fisik. Untuk mengatasi hal ini perlu adanya komunikasi yang baik antara pelatih dengan atlit.
· RUANG LINGKUP PSIKOLOGI OLAHRAGA

Seiring dengan semakin besarnya industri olahraga, psikologi olahraga memegang peranan yang cukup signifikan. Dalam olahraga prestasi, peran psikolog olahraga dominan dalam mendongkrak prestasi para atlet. Misalnya dalam peningkatan motivasi, menghilangkan kecemasan, stress. Selain itu, peran seperti proses penyembuhan emotional disorders yang kerap di alami oleh para atlet profesional seperti anorexia, penggunaan obat terlarang, agresifitas, persoalan atlet dengan lingkungan keluarga, penonton, fans. Lihat yang sudah dilakukan oleh psikolog yang menangani Adriano, striker Inter Milan, dalam proses pengembalian perfomanya.

Bidang lain yang menjadi wilayah kerja psikologi olahraga adalah dalam konteks pelatihan. Di Eropa maupun Amerika, psikolog olahraga sudah terlibat dalam proses pelatihan para atlet. Peran vital pun dimainkan disini. Seorang psikolog menjadi partner bagi para pelatih dalam rangka menciptakan metode pelatihan yang efektif. Tentu saja dengan bekal ilmu psikologi. Perpaduan ilmu fisik manusia dengan ilmu psikis membuat pemahaman terhadap manusia lebih komplet. Banyak metode pelatihan yang merupakan sumbangan langsung dari dunia psikologi olahraga.

Selain dengan terjun langsung di lapangan, psikologi olahraga juga memberi sumbangan melalui riset. Riset tentang hubungan antara gerak tubuh dan konsep mental memberikan masukan bagi pengembangan teknik kepelatihan maupun pengembangan cabang olahraga itu sendiri.

Di awal kemunculannya, psikologi olahraga memang berperan untuk membantu menemukan teknik pelatihan yang efektif dan efisien dalam mengembangkan kemampuan atletis para atlet. Penelitian tentang waktu tempuh pembalap sepeda adalah tonggak sejarah munculnya psikologi olahraga.

Bidang pendidikan juga tidak luput dari dunia psikologi olahraga. Para psikolog olahraga banyak yang terjun langsung memberi pelatihan-pelatihan atau kursus-kursus bagi pelatih dalam konteks pemahaman terhadap manusia untuk diimplementasikan dalam proses pencetakan para atlet.

Tidak hanya dalam konteks olahraga prestasi, psikologi olahraga juga berperan pengembangan olahraga sebagai salah satu sarana mencapai psychological well being atau untuk mencapai kesehatan mental bagi masyarakat. Karena terbukti bahwa olahraga merupakan salah satu sarana yang efektif untuk menghilangkan stress maupun depresi.

Bisa dikatakan bahwa saat ini dunia olahraga profesional maupun amatir sudah sangat tergantung pada kehadiran psikologi olahraga. Pengembangan cabang ilmu ini tentu akan memberi kontribusi yang semakin besar pada peningkatan kualitas atlet maupun cabang olahraga itu sendiri di masa depan.

Sayang memang, dunia olahraga Indonesia belum begitu memperhatikan aspek mental dalam pengembangan atlet. Peran psikolog olahraga di Indonesia pun baru sebatas konsultan bagi tim maupun atlet. Bidang garap dan ruang lingkup lain dari psikologi olahraga belum digarap dengan maksimal. Namun, semua harus dilakukan dengan penuh optimisme bahwa psikologi olahraga di Indonesia akan tumbuh berkembang dalam dunia olahraga Indonesia.


* PERAN PENGETAHUAN PSIKOLOGI BAGI GURU

Para ahli psikologi dan pendidikan pada umumnya berkeyakinan bahwa dua orang anak (yang kembar sekali pun) tak pernah memiliki respon yang sama persis terhadap situasi belajar mengajar di sekolah. Keduanya sangat mungkin berbeda dalam hal pembawaan, kematangan jasmani, intelegensi, danketerampilanmotorik.

Pendidikan selain merupakan prosedur juga merupakan lingkungan yang menjadi tempat terlibatnya individu yang saling berinteraksi. Dalam interaksi antar individu ini baik antara guru dengan para siswa maupun antara siswa dengan siswa lainnya terjadi proses dan peristiwa psikologis.

Peristiwa dan proses psikologis ini sangat perlu untuk dipahami dan dijadikan landasan oleh para guru dalam memperlakukan para siswa secara tepat. Para pendidik, khususnya para guru sekolah, sangat diharapkan memiliki pengetahuan psikologi pendidikan yang sangat memadai agar dapat mendidik para siswa melalui proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik dan berhasil.

Pengetahuan psikologi pendidikan bagi para guru berperan sangat penting dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah-sekolah. Hal ini disebabkan eratnya hubungan psikologi khusus tersebut dengan pendidikan seerat metodik dengan kegiatan pengajaran.

Pengetahuan yang bersifat psikologis mengenai peserta didik dalam proses belajar dan proses belajar mengajar sesungguhnya tidak hanya diperlukan oleh calon guru atau guru yang sedang bertugas dilembaga-lembaga pendidikan formal. Para dosen di perguruan tinngi pun diharapkan mampu memiliki pengetahuan psikologi pendidikan.

Seorang pengajar seyogyanya harus memperhatikan:

1. manajemen ruang belajar
2. metodologi kelas
3. motivasi peserta didik
4. penanganan siswa yang berkemampuan luar biasa
5. penanganan siswa yang berperilaku menyimpang
6. pengukuran kinerja akademik siswa
7. pendayagunaan umpan balik dan penindak lanjutan metode

pengajaran.

Hal-hal tersebut sangatlah penting untuk diterapkan agar tujuan pembelajaran dan pengajaran dapat berlangsung dengan baik. Jika pengajaran yang baik kepada peserta didik terlaksana maka kualitas pendidikan di Indonesia pun akan terdongkrak secara otomatis.

Psikologi Olahraga & Psikologi Latihan

Psikologi Olahraga & Psikologi Latihan Monty P.Satiadarma Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Jakarta Sekalipun Weinberg dan Gould (1995) memberikan pandangan yang hampir serupa atas psikologi olahraga dan psikologi latihan (exercise psychology), karena banyak kesamaan dalam pendekatannya, beberapa peneliti lain (Anshel, 1997; Seraganian, 1993; Willis & Campbell, 1992) secara lebih tegas membedakan psikologi olahraga dengan psikologi latihan. Weinberg dan Gould, (1995) mengemukakan bahwa psikologi olahraga dan psikologi latihan memiliki dua tujuan dasar: mempelajari bagaimana faktor psikologi mempengaruhi performance fisik individu memahami bagaimana partisipasi dalam olahraga dan latihan mempengaruhi perkembangan individu termasuk kesehatan dan kesejahteraan hidupnya Di samping itu, mereka mengemukakan bahwa psikologi olahraga secara spesifik diarahkan untuk: membantu para professional dalam membantu atlet bintang mencapai prestasi puncak membantu anak-anak, penderita cacat dan orang tua untuk bisa hidup lebih bugar meneliti faktor psikologis dalam kegiatan latihan dan memanfaatkan kegiatan latihan sebagai alat terapi, misalnya untuk terapi depressi (Weinberg & Gould, 1995).

Sekalipun belum begitu jelas letak perbedaannya, Weiberg dan Gould (1995)telah berupaya untuk menjelaskan bahwa psikologi olahraga tidak sama dengan psikologi latihan. Namun dalam prakteknya biasanya memang terjadi saling mengisi, dan kaitan keduanya demikian eratnya sehingga menjadi sulit untuk dipisahkan. Tetapi Seraganian (1993) serta Willis dan Campbell (1992) secara lebih tegas mengemukakan bahwa secara tradisional penelitian dan praktik psikologi olahraga diarahkan pada hubungan psikofisiologis misalnya responsi somatik mempengaruhi kognisi, emosi dan performance. Sedangkan psikologi latihan diarahkan pada aspek kognitif, situasional dan psikofisiologis yang mempengaruhi perilaku pelakunya, bukan mengkaji performance olahraga seorang atlet. Adapun topik dalam psikologi latihan misalnya mencakup dampak aktivitas fisik terhadap emosi pelaku serta kecenderungan (disposisi) psikologi, alasan untuk ikut serta atau menghentikan kegiatan latihan olahraga, perubahan pribadi sebagai dampak perbaikan kondisi tubuh atas hasil latihan olahraga dan lain sebagainya (Anshel, 1997). Jelaslah kini bahwa psikologi olahraga lebih diarahkan para kemampuan prestatif pelakunya yang bersifat kompetitif; artinya, pelaku olahraga, khususnya atlet, mengarahkan kegiatannya olahraganya untuk mencapai prestasi tertentu dalam berkompetisi, misalnya untuk menang. Sedangkan psikologi laithan lebih terarah pada upaya membahas masalah-masalah dampak aktivitas latihan olahraga terhadap kehidupan pribadi pelakunya.

Dengan kata lain, psikologi olahraga lebih terarah pada aspek sosial dengan keberadaan lawan tanding, sedangkan psikologi latihan lebih terarah pada aspek individual dalam upaya memperbaiki kesejahteraan psikofisik pelakunya. Sekalipun demikian, kedua bidang ini demikian sulit untuk dipisahkan, karena individu berada di dalam konteks sosial dan sosial terbentuk karena adanya individu-individu. Di samping itu kedua bidang ini melibatkan aspek psikofisik dengan aktivitas aktivitas yang serupa, dan mungkin hanya berbeda intensitasnya saja karena adanya faktor kompetisi dalam olahraga. Sejarah Psikologi Olahraga di Indonesia Jadi, di satu pihak seorang praktisi psikolog yang memiliki ijin praktik belum tentu memiliki cukup pengetahuan ilmu keolahragaan, di lain pihak, pakar keolahragaan tidak dibekali pendidikan khusus psikoterapi dan konseling.

Akibatnya, sampai saat ini masih terjadi kerancuan akan siapa sesungguhnya yang berhak memberikan pelayanan sosial dalam bidang psikologi olahraga. Idealnya adalah seorang konsultan atau psikoterapis memperoleh pelatihan khusus dalam bidang keolahragaan; sehingga sebagai seorang praktisi ia tetap berada di atas landasan professinya dengan mengikuti panduan etika yang berlaku, dan di samping itu pengetahuan keolahragaannya juga cukup mendukung latar belakang

pendidikan formalnya. Dalam upaya mengatasi masalah ini IPO sebagai asosiasi psikologi olahraga nasional tengah berupaya menyusun ketentuan tugas dan tanggung jawab anggotanya. Di samping itu, IPO juga tengah berupaya menyusun kurikulum tambahan untuk program sertifikasi bagi para psikolog praktisi yang ingin memberikan pelayanan sosial dalam bidang psikologi olahraga. Kurikulum tersebut merupakan bentuk spesialisasi psikologi olahraga yang meliputi: 1) Prinsip psikologi olahraga, 2) Peningkatan performance dalam olahraga, 3) Psikologi olahraga terapan, 4)

Psikologi senam. Masalah lain yang juga kerapkali timbul dalam penanganan aspek psikologi olahraga adalah dalam menentukan klien utama. Sebagai contoh misalnya pengguna jasa psikolog dapat seorang atlet, pelatih, atau pengurus.

Kepada siapa psikolog harus memberikan pelayanan utama jika terjadi kesenjangan misalnya antara atlet dan pengurus, padahal psikolog dipekerjakan oleh pengurus untuk menangani atlet, dan atlet pada saat tersebut adalah pengguna jasa psikologi. Di satu pihak psikolog perlu menjaga kerahasiaan atlet, di lain pihak pengurus mungkin mendesak psikolog untuk menjabarkan kepribadian atlet secara terbuka demi kepentingan organisasi. Sachs (1993) menawarkan berbagai kemungkinan seperti misalnya menerapkan perjanjian tertulis untuk memberikan keterangan; namun demikian, jika atlet mengetahui bahwa pribadinya akan dijadikan bahan pertimbangan organisasi, ia mungkin cenderung akan berperilaku defensif, sehingga upaya untuk memperoleh informasi tentang dirinya akan mengalami kegagalan.

Karenanya, seorang psikolog harus dapat bertindak secara bijaksana dalam menangani masalah ini, demikian pula, hendaknya seorang pelatih yang kerapkali bertindak selaku konsultan bagi atletnya kerap kali harus mampu melakukan pertimbangan untuk menghadapi masalah yang serupa. Atlet, Pelatih, & Lingkungan Atlet, pelatih dan lingkungan merupakan tiga aspek yang berkaitan satu sama lain dalam membicarakan psikologi olahraga dan psikologi senam. Istilah atlet tidak terbatas pada individu yang berprofesi sebagai olahragawan, tetapi juga mencakup individu secara umum yang melakukan kegiatan olahraga. Pelatih harus dibedakan dari sekedar instruktur, karena pelatih tidak hanya mengajarkan atlet bagaimana melakukan gerakan-gerakan olahraga tertentu, tetapi juga mendidik atlet untuk memberikan respon yang tepat dalam bertingkah laku di dalam dan di luar gelanggang olahraga. Lingkungan tidak terbatas pada lingkungan fisik semata-mata tetapi juga lingkungan sosial masyarakat, termasuk di dalamnya lingkungan kehidupan tempat atlet tinggal. Atlet, pelatih dan lingkungan adalah tiga aspek yang merupakan suatu kesatuan yang menentukan athletic performance.

Istilah atlethic performance agak sulit untuk diterjemahkan karena merupakan suatu istilah spesifik yang tidak bisa disamakan artinya dengan misalnya perilaku atletik. Atlet Seorang atlet adalah individu yang memiliki keunikan tersendiri. Ia memiliki bakat tersendiri, pola perilaku dan kepribadian tersendiri serta latar belakang kehidupan yang mempengaruhi secara spesifik pada dirinya. Sekalipun dalam beberapa cabang olahraga atlet harus melakukannya secara berkelompok atau beregu, pertimbangan bahwa seorang atlet sebagai individu yang unik perlu tetap dijadikan landasan pemikiran. Karena, misalnya di dalam olahraga beregu, kemampuan adaptif individu untuk melakukan kerjasama kelompok sangat menentukan perannya kelak di dalam kelompoknya.

Adalah sesuatui hal yang mustahil untuk menyamaratakan kemampuan atlet satu dengan lainnya, karena setiap individu memiliki bakat masing-masing. Bakat yang dimiliki atlet secara individual ini lah yang sesungguhnya layak untuk memperoleh perhatian secara khusus agar ia dapat memanfaatkan potensi-potensinya yang ada secara maksimum. Namun demikian, keunikan individu seorang atlet seringkali disalahartikan sebagai perilaku menyimpang (Anshel, 1997). Sebagai contoh petenis John McEnroe menggunakan perilaku marahnya untuk membangkitkan semangatnya. Namun bagi mereka yang tidak memahami hal ini menganggap McEnroe memiliki kecenderungan pemarah. Masalahnya adalah mungkin perilaku marahnya dapat mengganggu lawan tandingnya sehingga hal ini dirasakan sebagai sesuatu yang kurang sportif untuk menjatuhkan mental lawan tandingnya.

Demikian pula Monica Seles sering ditegur karena lenguhannya yang keras pada saat memukul bola, namun sesungguhnya hal ini merupakan keunikan perilakunya, dan karena tidak adanya aturan khusus untuk melarang hal tersebut, sebenarnya memang Seles tidak melakukan pelanggaran apapun. Adalah juga keliru menganggap bahwa setiap atlet membutuhkan masukan dari pelatihnya pada saat menjelang pertandingan. Karena ada atlet-atlet yang lebih cendeung memilih untuk berada sendiri daripada ditemani oleh orang lain.

Jadi, setiap atlet memiliki ciri khas masing-masing, dan tidak bisa dilakukan penyamarataan dalam melakukan pendekatan terhadap atlet. Hal-hal seperti inilah yang perlu difahami oleh para pembina dalam membina para atletnya. Karena justru keunikan merekalah yang membuat mereka mampu berprestasi puncak. Sedangkan mereka yang tergolong "normal" memang hanya memiliki prestasi normal-normal (biasa-biasa) saja. Pelatih Pelatih, seperti telah disinggung di atas, bukan sekedar instruktur olahraga yang memberitahukan atlet cara-cara untuk melakukan gerakan tertentu dala olahraga. Pelatih juga merupakan tokoh panutan, guru, pembimbing, pendidik, pemimpin, bahkan tak jarang menjadi tokoh model bagi atletnya. Pelatih sendiri juga mungkin meniru gaya pelatih lain atau pelatih senior yang melatih dirinya. Ada pepatah asing yang mengatakan "monkey see, monkey do", artinya apa yang dilihat, itulah yang dikerjakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar